Senin, 19 Agustus 2013

USULAN PENELITIAN PENGARUH PEMBERIAN ASI TERHADAP PENURUNAN KADAR BILIRUBIN PADA BAYI IKTERUS DI RUANG CEMPAKA BARAT RSUP SANGLAH DENPASAR 2012


USULAN PENELITIAN
PENGARUH PEMBERIAN ASI TERHADAP PENURUNAN KADAR BILIRUBIN PADA BAYI IKTERUS DI RUANG CEMPAKA BARAT RSUP SANGLAH
DENPASAR 2012





Oleh :
NI NENGAH SUARYAPATNI
NIM.   KP.03.10.028


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IX/UDAYANA
DENPASAR
2012

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kesehatan bayi dan ibu merupakan indikator untuk sebuah Negara dapat dikatakan maju, banyak hal  yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi. Tidak dipungkiri banyak ibu kurang paham akan kesehatan bayinya yang baru lahir. Terkait dengan keadaan bayi baru lahir,kebanyakan bayi baru lahir mengalami kuning atau dalam ilmu keperawatan disebut ikterus. Ikterus adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sclera,selaput lender,kulit, atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Ikterus fisiologi adalah ikterus yang terjadi karena metabolism normal bilirubin pada bayi baru lahir usia minggu pertama. Peningkatan kadar bilirubin terjadi pada hari ke-2 dan ke-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke-5 sampai hari ke-7, kemudian menurun kembali pada hari ke-10 sampai hari ke-14 (Surasmi,2003). Walaupun kuning pada bayi baru lahir merupakan keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetapi pada usia inilah kadar bilirubin yang tinggi dapat menjadi toksik dan berbahaya terhadap sistim saraf pusat bayi.
Peningkatan kadar bilirubin pada neonatal merupakan kondisi yang normal pada 50% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi prematur. Menurut Linn,dkk (1985) melaporkan bahwa 49,2% bayi Asia, 20% bayi kulit putih, dan 12,1% bayi Amerika-Afrika yang baru lahir memiliki kadar bilirubin 10mg/dl atau lebih. Bayi baru lahir Asia dan Amerika asli tampaknya memiliki ikteris fisiologis yang lebih tinggi dan tergantung dari metode pemberian makan (Bobak,2004). Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Di Malaysia, hasil survei pada tahun 1998 di rumah sakit pemerintah dan pusat kesehatan di bawah Departemen Kesehatan mendapatkan  75% bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58%  untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.  
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbukan efek patologi. Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi pada setiap bayi berbeda-beda (Surasmi,2003).  Efek patologi ini akibat dari penumpukan bilirubin. Penumpukan bilirubin akan  penyebab  terjadinya kuning pada bayi baru lahir. Bilirubin adalah hasil pemecahan sel darah merah (SDM). Hemoglobin (Hb) yang berada di dalam SDM akan dipecah menjadi bilirubin. Satu gram Hb akan menghasilkan 34 mg bilirubin.Bilirubin ini dinamakan bilirubin indirek yang larut dalam lemak dan akan diangkut ke hati terikat oleh albumin. Di dalam hati bilirubin dikonyugasi oleh enzim glukoronid transferase menjadi bilirubin direk yang larut dalam air untuk kemudian disalurkan melalui saluran empedu di dalam dan di luar hati ke usus.Di dalam usus bilirubin direk ini akan terikat oleh makanan dan dikeluarkan sebagai sterkobilin bersama tinja. Apabila tidak ada makanan di dalam usus, bilirubin direk ini akan diubah oleh enzim di dalam usus yang juga terdapat di dalam air susu ibu (ASI), yaitu beta-glukoronidase menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali dari dalam usus ke dalam aliran darah. Bilirubin indirek ini akan diikat oleh albumin dan kembali ke dalam hati (Suradi,2009). Hiperbilirubinemia dapat juga diartikan sebagai ikterus dengan konsentrasi bilirubin, yang serumnya mungkin menjurus kearah terjadinya kernicterus bila kadar bilirubin tidak dikendalikan. Kernikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin indirek lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kernikterus secara klinis berbentuk kelainan saraf spastic yang terjadi secara kronik,hal ini terjadi akibat pengendalian yang kurang dalam menangani ikterus pada bayi baru lahir (Surasmi,2003).
Untuk mengendalikan kadar bilirubin pada bayi baru lahir dapat dilakukan pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori yang mencukupi. Pemberian minum sedini mungkin akan meningkatkan motilitas usus dan juga menyebabkan bakteri introduksi ke usus. Bakteri dapat mengubah bilirubin direk menjadi urobilin yang tidak dapat diabsorpsi kembali. Dengan demikian, kadar bilirubin serum akan turun. Pemberian minum yang cukup dapat membantu pemenuhan kebutuhan glukosa pada neonatus. Makanan yang terbaik bagi neonatus adalah ASI karena ASI mempunyai manfaat yang besar bagi neonatus pada periode transisi. Kandungan yang dibutuhkan neonatus dalam ASI adalah antibodi, protein, karbohidrat, lemak dan vitamin. Sebagian bahan yang terkandung dalam ASI yaitu beta glukoronidase akan memecah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam lemak, sehingga bilirubin indirek akan meningkat dan kemudian akan diresorbsi oleh usus. Selain itu meletakkan bayi dibawah sinar matahari selama 15-20 menit,dapat dilakukan setiap hari antara pukul 06.30-08.00 selama ikterus masih terlihat (Surasmi,2003).
Dari latar belakang diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya warna kuning atau ikterus pada bayi baru lahir merupakan keadaan yang relatif tidak berbahaya tapi  jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat  akan menyebabkan bayi mengalami ikterus patologi yang berlanjut pada kernicterus, jadi peran orang tua sangatlah penting untuk menanggulangi ikterus pada neonatus. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membuat judul “Pengaruh Pemberian ASI  terhadap Penurunan Kadar Bilirubin pada Bayi Ikterus Di Ruang Kenanga RSUD Bangli Tahun 2012”.
B.     Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh pemberian ASI terhadap penurunan kadar bilirubin pada  bayi ikterus di ruang Kenanga RSUD Bangli tahun 2012.

C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum :
Mengetahui pengaruh pemberian ASI  terhadap penurunan kadar bilirubin pada bayi ikterus di ruang Kenanga RSUD Bangli tahun 2012
2.      Tujuan Khusus :
a)      Mengidentifikasi pengaruh pemberian ASI pada bayi ikterus.
b)      Mengidentifikasi pengaruh pemberian ASI dan PASI pada bayi ikterus.
c)      Mengidentifikasi pengaruh pemberian PASI  pada bayi ikterus.
d)     Menganalisa pengaruh pemberian ASI pada penurunan kadar bilirubin.
D.    Manfaat Penelitian
1.      Praktis :
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan  ibu dalam mengenal dan merawat bayi baru lahir yang mengalami ikterus.
2.      Teoritis :
a)      Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan penelitian selanjutnya.
b)      Bermanfaat bagi mahasiswa Akper Kesdam IX Udayana untuk  menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengaruh pemberian ASI pada bayi baru lahir terhadap penurunan kadar bilirubin pada bayi ikterus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.     ASI
      Air susu ibu ialah makanan pilihan utama untuk bayi (Bobak,2005). Bayi normal sudah dapat disusui segera sesudah lahir. Lamanya disusui hanya untuk satu sampai dua menit pada setiap payudara ibu. Dengan mengisapnya bayi akan terjadi rangsang terhadap pembentukan air susu ibu dan secara tidak langsung rangsangan isap membantu mempercepat pengecilan uterus (Wiknjo,2006).
1.      Factor- factor yang mempengaruhi penggunaan ASI
Factor-faktor yang dapat mempengaruhi penggunaan ASI antara lain :
a.    Perubahan social budaya
§  Ibu-ibu bekerja atau kesibukan social lainnya
§  Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol
§  Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya.
b.      Factor psikologis
§  Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita.
§  Tekanan batin
c.       Factor fisik ibu
§  Ibu sakit, misalnya mastitis,panas, dan sebagainya.
d.      Factor kurangnya petugas kesehatan, sehingga masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI.
e.       Meningkatkan promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI
f.       Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng (Soetjiningsih,2006).
2.      Komposisi Air Susu Ibu
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,lactose, dan garam-garam organic yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi. Komposisi ASI ini ternyata tidak konstan dan tidak sama dari waktu ke waktu. Factor-faktor yang mempengaruhi komposisi air susu ibu adalah:
-          Stadium laktasi
-          Ras
-          Keadaan nutrisi
-          Diet ibu
Air Susu Ibu Menurut Stadium Laktasi
-          Kolostrum
-          Air susu transisi/peralihan
-          Air susu matur (mature)

a.      Kolostrum
-          Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara, mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah masa puerperium.
-          Disekresi oleh kelenjar payudara dari hari pertama sampai hari ketiga atau keempat.
-          Komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari selalu berubah
-          Merupakan cairan viscous kental dengan warna kekuning-kungingan, lebih kuning dibandingkan dengan susu yang matur.
-          Merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan mekonium dari usus bayi baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan datang.
-          Lebih banyak mengandung protein dibandingkan dengan ASI yang matur, tetapi berlainan dengan ASI yang matur pada kolostrum protein yang utama adalah globulin(gamma globulin).
-          Lebih banyak mengandung antibody dibandingkan dengan ASI yang matur, dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai umur 6 bulan.
-          Kadar karbohidrat dan lemak rendah jika dibandingkan dengan ASI matur.
-          Mineral, terutama natrium, kalium dan klorida lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu matur.
-          Total energy lebih rendah jika dibandingkan dengan susu matur, hanya 58 kal/100 ml kolostrum.
-          Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi jika dibandingkan dengan ASI matur, sedangkan vitamin yang larut dalam air dapat lebih tinggi atau lebih rendah.
-          Bila dipanaskan akan menggumpal, sedangkan ASI matur tidak.
-          pH lebih alkalis dibandingkan dengan ASI matur.
-          Lipidnya lebih banyak mengandung kolesterol dan lesitin dibandingkan dengan ASI matur.
-          Terdapat tripsin inhibitor, sehingga hidrosis protein di dalam usus bayi menjadi kurang sempurna. Hal ini akan lebih banyak menambah kadar antibody pada bayi.
-          Volume berkisar 150-300 ml/24 jam.
b.      Air Susu Masa Peralihan
-          Merupakan ASI peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI yang matur.
-          Disekresi dari hari ke-4 sampai hari ke-10 dari masa laktasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ASI matur baru terjadi pada minggu ketiga sampai minggu kelima.
-          Kadar protein makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin meninggi.
-          Juga volume akan makin meningkat.
Tabel 2.1 Komposisi ASI menurut penyelidikan dari Kleiner I.S. & Osten J.M.
Waktu
Protein
Karbohidrat
Lemak
Hari-5
2,00
6,42
3,2
Hari-9
1,73
6,73
3,7
Minggu ke-34
1,30
7,11
4,0
  Kadar di atas dalam satuan gram/100 ml ASI
c.       Air Susu Matur
-          Merupakan ASI yang sekresi pada hari ke-10 dan seterusnya, komposisi relative konstan (ada pula yang menyatakan bahwa komposisi ASI relative konstan baru mulai minggu ke-3 sampai minggu ke-5)
-          Pada ibu yang sehat dimana produksi ASI cukup, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan.
-          Merupakan suatu cairan berwarna putih kekuning-kuningan yang diakibatkan warna dari garam Ca-caseinat,riboflavin dan karoten yang terdapat didalamnya.
-          Tidak menggumpal jika dipanaskan
-          Terdapat antimikroba factor antara lain :
a.       Antibody terhadap bakteri dan virus
b.      Sel (fagosit granulosit dan makrofag dan limfosit tipe T)
c.       Enzim (lisozim, laksoperoksidase, lipase, katalase, fosfatase, amylase, fosfodiesterase, alkalinfosfatase)
d.      Protein (laktoferin, B12 binding protein)
e.       Resistance factor terhadap stafilokokus
f.       Komplemen
g.      Interferon producing cell
h.      Sifat kimia yang khas,kapasitas buffer yang rendah dan adanya factor bifidus.
i.        Hormon-hormon.
Laktoferin merupakan suatu iron binding protein yang bersifat bakteriostatik kuat terhadap Escherichia coli dan juga menghambat pertumbuhan Candida albicans. Laktobasilus bilifus merupakan koloni kuman yang memetabolisir laktosa menjadi asam laktat yang menyebabkan rendahnya pH sehingga pertumbuhan kuman pathogen akan dihambat. Immunoglobulin memberikan mekanisme pertahanan yang efektif terhadap bakteri dan virus (teruma IgA) dan bila bergantung dengan komplemen dan lisozim merupakan suatu antibacterial yang langsung terhadap E. Coli. Factor lisozim dan komplemen ini adalah suatu antibacterial non spesifik yang mengatur pertumbuhan flora usus. Factor lekosit dan pH ASI mempunyai pengaruh mencegahan pertumbuhan kuman pathogen (efek bakteriostatis dicapai pada pH sekitar 7,20) (Soetjiningsih,2012).
1.      Protein di dalam ASI
 ASI mengandung protein lebih rendah dari Susu Sapi (ASS),tetapi protein ASI ini mempunyai nilai nutrisi yang tinggi (lebih mudah dicerna). Keistimewaan dari protein pada ASI ini adalah :
-          Rasio protein “whey” :kasein = 60:40, dibandingkan dengan ASS yang rasio 20:80. Hal ini menguntungkan bagi bayi karena pengendapan dari protein “whey” lebih mudah cerna.
-          ASI mengandung alfa-laktalbumin, sedangkan ASS mengandung juga beta-laktoglobulin dan bovine serum albumin yang sering menyebabkan alergi.
-          ASI mengandung asam amino asensial taurin yang tinggi, yang penting untuk pertumbuhan retina dan konjugasi bilirubin.
-          Kadar methionin dalam ASI lebih rendah dari ASS,sedangkan sistin lebih tinggi. Hal ini sangat menguntungkan karena enzim sistationase yaitu enzim yang akan mengubah methionin menjadi sistin pada bayi sangat rendah atau tidak ada. Sistin ini merupakan asam amino yang sangat penting untuk pertumbuhan otak bayi.
-          Kadar tirosin dan fenilalanin pada ASI rendah, suatu hal yang sangat menguntungkan untuk bayi terutama premature karena pada bayi premature kadar tirosin yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan gangguan pertumbuhan otak.
-          Kadar poliamin dan nukleotid yang sangat penting untuk sintesis protein pada ASI lebih tinggi jika dibandingkan dengan ASS (Soetjiningsih,2012).

2.      Karbohidrat dalam ASI
-          ASI mengandung karbohidrat retatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan ASS (6,5-7 gram%).
-          Karbohidrat yang utama terdapat dalam ASI adalah laktosa. Kadar laktosa yang tinggi ini sangat menguntungkan karena laktosa ini oleh fermentasi akan diubah menjadi asam laktat. Adanya asam laktat ini memberikan suasana asam di dalam usus bayi. Dengan suasana asam di dalam usus bayi ini memberikan beberapa keuntungan:
a.       Penghambatan pertumbuhan bakteri pathogen
b.      Memacu pertumbuhan mikroorganisme yang memproduksi asam organic dan mensintesis vitamin.
c.       Memudahkan terjadinya pengendapan dari Ca-caseinat.
d.      Memudahkan absorpsi dari mineral misalnya kalsium,fosfor dan magnesium.
Laktosa ini juga relative tidak larut sehingga waktu proses digesti di dalam usus bayi lebih lama tetapi dapat diabsorpsi dengan baik oleh usus bayi. Selain laktosa yang merupakan 7% dari total ASI juga terdapat glukosa, galaktosa dan glukosamin. Galaktosa ini penting untuk pertumbuhan otak dan medulla spinalis, oleh karena pembentukan myelin di medulla spinalis dan sintesis galaktosida di otak membutuhkan galaktosa. Glukosamin merupakan bifidus factor, disamping laktosa, jadi ini memacu pertumbuhan Laktobasilus bifidus yang sangat menguntungkan bayi (Soetjiningsih,2006).
3.      Lemak dalam ASI
Kadar lemak dalam ASI dan ASS relative sama, merupakan sunber kalori yang utama bagi bayi, dan sumber vitamin yang larut dalam lemak (A,D,E, dan K) dan sumber asam lemak yang esensial. Keistimewaan lemak dalam ASI jika dibandingkan dengan ASS adalah:
a.       Bentuk emulsi lebih sempuna. Hal ini disebabkan karena ASI mengandung enzim lipase yang memecah trigliserida dan kemudian menjadi monogliserida sebelum pencernaan di usus terjadi.
b.      Kadar asam lemak tak jenuh dalam ASI 7-8 x dalam ASS. Asam lemak tak jenuh yang terdapat dalam kadar yang tinggi yang terpenting adalah :
-          Rasio asam linoleik : oleic yang cukup akan memacu absorpsi lemak dan kalsium, dan adanya garam kalsium dari asam lemak ini akan memacu perkembangan otak bayi dan mencegah terjadinya hipokalsemia.
-          Asam lemak rantai panjang (arachidonic dan docadexaenoic) yang berperan dalam perkembangan otak.
-          Kolesterol yang diperlukan untuk mielinisasi susunan saraf pusat dan diperkirakan juga berfubgsi dalam pembentukan enzim untuk metabolisme kolesterol yang akan mengendaliakan kadar kolesterol dikelak kemudian hari (mencegah arteriosklerosis pada usia muda)
-          Asam palmitat terdapat dalam bentuk yang berkelainan dengan asam palmitat dari ASS. Asam palmitat dari ASS dapat bereaksi dalam kalsium, menjadi garam Ca-palmitat yang akan mengendap dalam usus dan terbuang bersama feses (Soetjiningsih,2006).
4.      Mineral dalam ASI
-          ASI mengandung mineral yang lengkap. Walaupun kadarnya relative rendah tetapi cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan.
-          Total mineral selama masa laktasi adalah konstan, tetapi beberapa mineral yang spesifik kadarnya tergantung dari diet dan stadium laktasi.
-          Fe dan Ca paling stabil, tidak dipengaruhi oleh diet ibu
-          Garam organic yang tedapat dalam ASI terutama adalah kalsium, kalium dan natrium dari asam klorida dan fosfat. Yang terbanyak adalah kalium, sedangkan kadar Cu,Fe, dan Mn yang merupakan bahan untuk pembuat darah relative sedikit. Ca dan P yangmerupakan bahan pembentukan tulang kadarnya dalam ASI cukup (Soetjiningsih,2006).
5.      Air dalam ASI
Kira-kira 80% dari ASI terdiri dari air. Air ini berguna untuk melarutkan zat-zat yang terdapat I dalamnya. ASI merupakan sumber air yang secara metabolic adalah aman. Air yang relative tinggi dalam ASI ini akan meredakan rangsangan haus dari bayi (Soetjiningsih,2006).
6.      Vitamin dalam ASI
-          Vitamin dalam ASI dapat dikatakan lengkap.
-          Vitamin A,D, dan C cukup, sedangkan golongan vitamin B, kecuali riboflavin dan asam pantothenik adalah kurang (Soetjiningsih,2006).
7.      Kalori dalam ASI
Kalori ASI relative rendah, hanya 77 kalori/100 ml ASI. Sembilan puluh persen berasal dari karbohidrat dan lemak, sedangkan 10% berasal dari protein (Soetjiningsih,2006).


8.      Unsur-unsur lain dalam ASI
Laktokrom,keratin, kreatinin, urea,xanthin,ammonia dan asam sitrat. Substansi tertentu di dalam plasma darah ibu, dapat juga berada dalam ASI misalnya minyak volatil dari makanan tertentu (bawang merah),juga obat-obatan tertentu seperti sulfanamid,salisilat, morfin,dan alcohol, juga elemen-elemen anorganik misalnya As,Bi,Fe,I,Hg, dam Pb (Soetjiningsih,2006).
3.       Enzim Pada ASI
ASI mengandung bermacam-macam enzim. Enzim pada ASI tersebut berfungsi membantu pencernaan bayi dimana fungsi pancreas masih belum sempurna,sebagai pengangkut logam-logam (Fe,Mg,Zn,Se) dan berfungsi sebagai anti infeksi. Banyak dari enzim-enzim ini dapat melewati lambung,karena mempunyai struktur tersier yang hidrofobik dan ASI merupakan buffer yang bagus yang dapat meningkatkan pH menjadi 5,5-6,0 (Soetjiningsih,2006).
a.      Lisozom
Lisozom sudah dikenal sebagai zat antibakteri pada air mata, tetapi juga ditemukan pada ASI. Enzim ini tidak pecah oleh pencernaan dan masih ditemukan pada tinja. Kerja enzim ini adalah bateriolitik terhadap enterobakteri seperti E.Coli pathogen, Salmonela, di samping itu juga mempunyai efek antiviral (Soetjiningsih,2006).


Tabel 2.2 Enzim pada ASI dan fungsinya pada masa neonatus
Enzim
Fungsi
1.      Amylase
2.      Lipase
3.      Protease
4.      Santhin oksidase
5.      Glutathione peroksidase
6.      Alkaline phospatase
7.      Antiprotease


8.      Sulfhidriloksidase

9.      Lisozim
10.  Peroksidase
11.  Lipase

-          Mencerna polisakarida
-          Mencerna lemak
-          Proteolisis
-          Karier zat besi,molidemum
-          Karier selenium (aktivitas anti oksidan)
-          Karier zinc dan magnesium
-          Proteksi bioaktif komponen enzim,immunoglobulin, dan homon pertumbuhan.
-          Mempertahankan struktur dan fungsi protein ASI dan GI mucus
-          Bakterisidal
-          Bakterisidal
-          Anti infeksi
       
b.      Peroksidase
Peroksidase bekerja sebagai antibody terhadap streptokokus. Enzim-enzim yang terdapat pada ASI tersebut, konsentrasinya bervariasi antar ibu satu dengan lainnya. Konsentrasi dan aktivitas enzim lebih tinggi pada ASI bayi premature. Konsentrase juga lebih tinggi pada hind milk daripada fore milk,dan sebagian besar dari enzim pada ASI tersebut mirip dengan enzim yang dihasilkan pancreas, yaitu amylase,lipase,protease dan ribonuklease. Enzim pada ASI ini diperkirakan dibuat oleh payudara dibuat oleh payudara sendiri. Sedangkan sifat dari enzim-enzim tersebut adalah :
a.       Enzim masih tetap aktif dalam lambung bayi walaupun terdapat asam lambung dan pepsin. Hal ini karena tripsin inhibitor yang menghambat pemecahan protein pada enzim dan antibody
b.      Enzim tetap aktif pada pH netral, dan tetap stabil walaupun terdapat protease pancreas dan garam-garam empedu (Soetjiningsih,2006).
4.       Zat-Zat Gizi Dalam ASI
Disamping mengandung berbagai macam zat anti yang melindungi bayi terhadap berbagai macam antigen dan mikroba, ASI juga mengandung zat-zat gizi yang penting dalam pencegahan maupun penataksanaan diare,yaitu :
a.       Protein ASI lebih rendah dari protein susu sapi, keadaan ini sesuai untuk pertumbuhan bayi dan ginjal bayi. Tetapi walaupun kuantitas proteinnya rendah, tetapi kualitasnya lebih baik daripada protein susu sapi.
b.      Lemak ASI lebih tinggi daripada lemak susu sapi, terutama asam lemak tak jenuh (asam linoleat), asam lemak rantai panjang (arachidonat dan dekadeksanoat) dan kolesterol. Bentuk emulsi lemak disini lebih sempurna karena ASI mengandung enzim lipase yang memecah trigliserida menjadi digliserida dan monogliserida. Sehingga lemak ASI lebih mudah dicerna dan diserap. Disamping itu lemak ASI merupakan sumber kalori dan sumber vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E,K).
c.       Karbohidrat pada ASI terutama laktosa, dimana laktosa pada ASI ini lebih tinggi daripada susu sapi, yang memerlukan sumber kalori bagi bayi. Adanya factor bifikus pada ASI, membantu memecah laktosa menjadi asam laktat  dan asam laktat, sehingga tercipta suasana asam. Suasana asam dalam ini memberikan beberapa keuntungan, yaitu :
-          Menghambat pertumbuhan bakteri yang pathogen
-          Memacu pertumbuhan bakteri yang memproduksi asam organic dan mensintesis vitamin
-          Memudahkan absopsi kalsium, sehingga walaupun lactose pada ASI lebih tinggi daripada susu sapi, pada penderita diare ASI dapat diteruskan.
d.      Vitamin pada ASI
ASI tidak mengandung vitamin B-12 dan asam folat yang bebas, karena pada ASI terdapat nutrient-karier protein yang mengikat vitamin B-12 dan asam folat, sehingga B-12 dan folat tidak tersedia untuk pertumbuhan E.coli dan bakterioid.
e.       Mineral pada ASI
Yang penting disini adalah sebagian besar Fe di dalam ASI terikat dengan protein, sehingga selain absorpsinya lebih mudah juga kuman yang memerlukan Fe sukar untuk berkembang biak.
   Tabel 2.3 Komponen ASI dan fungsi spesifiknya pada bayi
Komponen
Fungsi
Asam lemak rantai panjang tidak jenuh
-          Pertumbuhan otak
-          Fungsi dan struktur membrane
Karnitin
Sangat diperlukan untuk oksidasi asam lemak pada mitokondria
Taurin
-          Absorpsi lemak
-          Diperlukan untuk pertumbuhan otak
P-kasomorfin
Antagonis opioid
Polisakarida
Menghambat perlekatan bakteri pada permukaan mukosa
(Soetjiningsih,2006)
5.       Keuntungan ASI
Menyusui memberi banyak keuntungan: nutrisi,imunologi, dan psikologi. Menurut Worthington Roberts (1993),menyusui memiliki keuntungan-keuntungan berikut :
a.       Bayi mendapatkan immunoglobulin untuk melindunginya dari banyak penyakit dan infeksi.
b.      Bayi lebih jarang menderita infeksi telinga dan saluran pernapasan atas.
c.       Bayi lebih jarang mengalami diare dan penyakit saluran cerna lainnya.
d.      Risiko bayi mendapatkan diabetes juvenile menurun.
e.       Bayi memiliki lebih sedikit kemungkinan untuk menderita limfoma tipe tertentu.
f.       Jenis protein yang ditelan mengurangi kemungkinan  timbulnya reaksi alergi.
g.      Bayi yang disusui memiliki lebih sedikit masalah dengan pemberian makan yang berlebihan akibat “ harus menghabiskan susu sibotol”.
h.      Insiden bayi untuk mengalami obesitas dan hipertensi pada masa dewasa menurun.
i.        Tidak perlu mencuci botol,menyiapkan formula,dan tidak menyimpannya dilemari es.
j.        Organ-organ ibu akan lebih cepat kembali ke keadaan sebelum hamil.
k.      Menyusui meningkatkan kontak dekat antara ibu-anak (Bobak,2005).

B.     PASI (Pengganti ASI)
1.      Susu Formula
Pemberian susu formula merupakan alternative pemberian susu yang berhasil pada beberapa keadaan tertentu,termasuk keadaan-keadaan berikut :
a.       Keluarga memutuskan untuk tidak menyusui bayi atau ibu tidak mampu menyusui kerena suatu penyakit atau anomaly.
b.      Jadwal ibu tidak memungkinkan menyusui bayinya.
c.       Formula khusus dibutuhkan karena bayi alergi atau memerlukan suatu makanan tertentu.
d.      Memberi tambahan makanan bagi bayi yang ibunya kadang-kadang tidak dapat menyusui.
e.       Melengkapi ASI jika produksi susu ibu tidak mencukupi.
f.       Bayi adopsi.
Susu formula harus menjadi pilihan jika ibu mengidap infeksi aktif, seperti tuberculosis,lesi sifilis, pada payudara atau AIDS. Alas an medis susu formula direkomendasikan berdasarkan kebutuhan nutrisi bayi,preferensi orang tua,biaya,kebutuhan susu untuk dibekukan,kenyamanan, dan kemampuan orangtua untuk menyiapkan susu formula dengan akurat dan aman (Bobak,2005).
2.      Klasifikasi PASI
a.       Formula Komersial
Formula komersial tersedia dalam 3 bentuk : Siap pakai, konsentrat, dan bubuk. Semua bentuk memiliki kandungan nutria yang equivalen, namun setiap bentuk mungkin memiliki harga yang sangat berbeda. Orang tua perlu dibantu untuk mempertimbangkan kemudahan dan biaya dengan cermat dan untuk memilih bentuk formula yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka. Formula bubuk terutama sangat sesuai untuk keluarga yang pada waktu makan sering berada diluar rumah karena formula ini ringan, tidak memerlukan banyak tempat, dan tidak memerluakan lemari es. Formula siap pakai dan formula kental biasanya tersedia dalam kaleng dan harus disimpan di dalam lemari es, jika sudah dibuka. Beberapa formula-siap pakai dijual dalam botol sekali pakai, biasanya tipe ini paling banyak membutuhkan biaya. Setiap keluarga harus diberitahu tentang perbandingan harga karena harga susu formula bervariasi tergantung pada merek dan took yang menjualnya (Bobak,2005).
b.      Formula Susu Evaporasi
Beberapa keluarga mungkin berkeinginan untuk membuat formula mereka sendiri dirumah dengan memakai susu evaporasi untuk mengurangi biaya, akan tetapi formula ini tidak mungkin menyamai susu ibu seperti susu formula komersial. Karena ASI secara unik dirancang untuk memenuhi kebutuhan bayi, ASI sering kali dipakai sebagai standar untuk menilai semua makanan bayi. Karena itu, jika memungkinkan, ibu yang tidak menyusui dianjurkan untuk memakai formula komersial. Untuk keluarga yang memenuhi syarat, program WIC menyediakan formula bayi yang perkaya dengan besi (Bobak,2005).
c.       Susu Sapi yang Tidak Dimodifikasi
Susu sapi yang tidak dimodikiasi tidak cocok untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Hal-hal spesifik yang harus diperhatikan adalah kelebihanjumlah kalsium, fospat, dan mineral-mineral lain, ketidak seimbangan kalsium dan fospat, kelebihan kandungan protein, lemak yang tidak  diabsorpsi dengan baik, dan besi yang konsentrasinya rendah. Selain itu, untuk alas an yang tidak sepenuhnya dimengerti pemakaiannya cenderung menyebabkan kehilangan darah melalui saluran cerna bayi (Zeigler,dkk,1990). Kehilangan darah ini yang disertai kadar besi yang rendah dalam susu meningkatkan kemungkinan anemia defisiensi besi. Anemia pada bayi bisa mengakibatkan konsekuensi serius yang berlangsung lama. Susu sapi yang tidak dimodifikasi tidak boleh diberikan sebelum bayi berusia 1 tahun (Bobak,2005).


C.    Bilirubin
1.      Pengertian
Bilirubin adalah produk penguraian hemoglobin dari sel darah merah. Zat besi dari sel darah merah didaur-ulang. Hem, yaitu pigmennya yang diuraikan oleh makrofag system retikuloendotel menjadi biliverdin dan kemudian bilirubin. Bilirubin tidak terkojugasi (tidak langsung:indirek) bersifat tidak larut dan tidak dapat diekskresikan. Zat ini diangkut oleh albumin plasma ke hati untuk di metabolisme menjadi bilirubin terkonjugasi (langsung;direk), yang larut. Konjugasi melibatkan pengikatan gula glukuronida ke bilirubin untuk membentuk bilirubin diglukuronat. Bilirubin terkonjugasi diekskresikan ke dalam empedu dan feses. Di usus, bilirubin terkonjugasi mengalami metabolisasi lebih lanjut oleh flora bakteri untuk menghasilkan urobilin dan sterkobilin (yang memberikan warna Khas pada tinja). Sebagian produk pemecahan metabolisme bilirubin oleh bakteri mengalami dekonjugasi dan diserap melalui dinding usus untuk didaur ulang. Sejumlah kecil bilirubin juga diekskresikan melalui ginjal (Coad,2007)  
2.       Metabolisme Bilirubin
Meningkatnya kadar bilirubin dapat disebabkan produksi yang berlebihan. Sebagian besar bilirubin berasal dari destruksi eritrosit yang menua. Pada neonatus 75% bilirubin berasal dari mekanisme ini. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek (free bilirubin) dan bentuk inilah yang dapat masuk ke dalam jaringan otak dan menyebabkan kernikterus. Sumber lain kemungkinan besar dari sumsum tulang dan hepar, yang terdiri dari dua komponen, yaitu komponen non-eritrosit dan komponen eritrosit yang terbentuk dari eritropoesis yang tidak sempurna.
Pembentukan bilirubin diawali dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin. Setelah mengalami reduksi biliverdin menjadi bilirubin bebas, yaitu zat yang larut dalam lemak dan sulit larut dalam air. Bilirubin ini mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melewati membrane biologic seperti plasenta dan sawar otak. Di dalam plasma bilirubin bebas tersebut terikat/ bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membrane sel hepar dan masuk ke dalam hepotosit. Di dalam sel bilirubin akan terikat dan bersenyawa dengan ligandin (protein Y),protein Z dan glutation S-transferase membawa bilirubin ke reticulum endoplasma hati. Di dalm sel hepar berkat adanya enzim glukorinil transferase, terjadi proses konjugasi bilirubin yang menghasilkan bilirubin direk, yaitu bilirubin yang larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Segaian besar bilirubin yang terkonjugasi diekskresikan melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan. Selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar bersama feses sebagai sterkobilin. Di dalam usus terjadi proses absorpsi enterohepatik, yaitu sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi kembali oleh mukosa usus.
Peningkatan kadar bilirubin pada hari-hari pertama kehidupan, dapat terjadi pada sebagian besar neonatus. Hal ini disebabkan karena tingginya kadar eritrosit neonatus dan umur eritrosit lebih pendek (30-90%), dan fungsi hepar yang belum matang. Hal ini merupakan keadaan yang fisiologi. Pada liquor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin amnion dapat dipakai untuk memperkirakan beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus janin. Bagaimana bilirubin sampai ke cairan amnion belum diketahui dengan jelas. Akan tetapi, kemungkinan besar melalui mukosa saluran napas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada janin dan neonatus diduga sam besarnya tetapi kesanggupan hepar untuk mengonjugasi. Dengan demikian, hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresikan oleh hepar ibunya (Surasmi,2003).  


3.       Pembentukan dan ekskresi bilirubin
Sel darah merah
     
Hemoglobin

                                                            Hem                             Globin

                                    Besi                                         Bilirubin + plasma protein
HATI GLUKORONIL TRANSFERASE
                                   
                                                                                      

                                                            Bilirubin tidak terkonjugasi + asam glukoronat

Glukoronat bilirubin terkonjugasi

Diekskresikan melalui feses atau urine (Bobak,2005)
Gambar 2.1 pembentukan dan ekskresi bilirubin


D.    Ikterus
1.      Pengertian
 Ikterus adalah pewarnaan kuning yang tampak pada sklera dan kulit yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Warna kuning biasanya akibat di dalam kulit terjadi akumulasi pigmen bilirubin yang larut-lemak, tak terkonjugasi, nonpolar (bereaksi indirek) yang dibentuk dari hemoglobin oleh kerja heme oksigenasi, biliverdin reduktase, dan agen pereduksi nonenzimatik dalam sel retikuloendotelial; dapat juga sebagian disebabkan oleh endapan pigmen sesudah pigmen ini di dalam mikrosom sel hati diubah oleh enzim asam uridin difosfoglukuronat (uridin phosphoglucuronic acid {UDPGA}) glukuronil transferase menjadi bilirubin ester glukuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi-direk). Bentuk tak terkonjugasi ini bersifat neurotoksik bagi bayi pada kadar tertentu dan pada berbagai keadaan. Bilirubin terkonjugasi tidak neurotoksik tetapi menunjukkan kemungkinan terjadi gangguan yang serius. Kenaikan bilirubin ringan dapat mempunyai sifat antioksidan (Behrman,2000).
2.      Etiologi
Metabolisme bilirubin bayi baru lahir berada dalam transisi dari stadium janin yang selama waktu tersebut  plasenta merupakan tempat utama eliminasi bilirubin yang larut-lemak, ke stadium dewasa, yang selama waktu tersebut bentuk bilirubin terkonjugasi yang larut-air diekskresikan dari sel hati ke dalam system biliaris dan kemudian ke dalam saluran pencernaan. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dapat disebabkan atau diperberat oleh setiap factor yang (1) menambah beban bilirubin untuk dimetabolisasi oleh hati (anemia hemolitik, waktu hidup sel darah menjadi pendek akibat imaturitas  atau akibat sel yang ditransfusikan. Penambahan sirkulasi enterohepatik, infeksi) ; (2) dapat mencederai atau mengurangi aktivitas enzim transferase (hipoksia,infeksi kemungkinan hipotermia dan defisiensi tiroid); (3) dapat berkompetisi dengan atau memblokade enzim transeferase (obat-obatan dan bahan lain yang memerlukan konjugasi asam glukuronat untuk diekskresi ); atau keempat menyebabnya tidak adanya atau berkurangnya enzim yang diambil atau menyebabkan pengurangan reduksi bilirubin oleh sel hepar (cacat genetic, prematuritas). Resiko pengaruh toksik dari meningkatnya kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum menjadi bertambah dengan adanya factor- factor yang mengurangi retensi bilirubin dalam sirkulasi ( hipoproteinemia, perpindahan bilirubin dari tempat ikatannya pada albumin karena ikatan konpetitif obat-obatan seperti surfisoksazol dan moksalaktam, asidosis, kenaikan sekunder kadar asam lemak bebas akibat hipoglikemia, kelaparan atau hipotermia), atau oleh factor-faktor yang meningkatan permeabililitas sawar darah otak atau membrane sel saraf terhadap bilirubin atau kerentanan sel otak terhadap toksisitasnya seperti asfiksia, prematuritas, hiperosmolaritas, dan infeksi. Pemberian makan yang awal menurunkan kadar bilirubin, sedangkan ASI dan dehidrasi menaikan kadar bilirubin serum. Mekonium mengandung 1 mg bilirubin dan dapat turut menyebabkan ikterus dalam sirkulasi enterohepatik pasca-dekonjugasi oleh glukuronidasi usus. Obat-obatan seperti oksitosin dan bahan kimia yang diberikan dalam ruang perawatan seperti deterjen fenol dapat juga menimbulkan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi (Behrman,2000).
3.      Klasifikasi Ikterus
a.      Ikterus Fisiologis
Pada lingkunagan normal,kadar bilirubin dalam serum talipusat yang beraksi-indirek adalah 1-3 mg/dL dan naik dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dL/24 jam; dengan demikian, ikterus dapat dilihat pada hari ke-2 sampai hari ke-3, biasanya berpuncak antara hari ke-2 dan hari ke-4 dengan kadar 5-6 mg/dL dan menurun sampai di bawah 2 mg/dL antara umur hari ke-5 dan ke-7. Ikterus yang disertai denga perubahan-perubahan ini disebut “fisiologis” dan diduga akibat kenaikan produksi bilirubin pasca pemecahan sel darah merah janin dikombinasikan dengan keterbatasan sementara konjugasi bilirubin oleh hati.
Secara keseluruhan,6-7% bayi cukup bulan mempunyai kadar bilirubin indirek lebih besar dari 12,9 mg/dL, dan kurang dari 3% mempunyai kadar yang lebih besar dari 15 mg/dL. Factor resiko untuk mengalami hiperbilirubinemia indirek meliputi; diabetes pada ibu, ras (Cina, Jepanh, Korea, dan Amerika Asli), prematuritas, obat-obatan (vitamin K3,novobiosin), tempat yang tinggi,polisitemia,jenis kelamin laki-laki, trisomi-21, mamar kulit, sefalhematom, induksi oksitosin, pemberian ASI, kehilangan berat badan (dehidrasi atau kehabisan kalori), pembentukan tinja lambat, dan ada saudara yang mengalami ikterus fisiologis. Bayi-bayi tanpa variable ini jarang mempunyai kadar bilirubin indirek diatas 12 mg/dL, sedangkan bayi yang mempunyai banyak risiko lebih mungkin mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi. Kadar bilirubin indirek pada bayi cukup bulan menurun sampai menjadi kadar orang dewasa (1 mg/dL) pada umur 10-14 hari. Hiperbilirubinemia indirek persisten sesudah 2 minggu memberi kesan hemolisis, defisiensi glukuronil transferase heredite, ikterus ASI,hipotiroidism, atau obstruksi usus. Ikterus yang disertai dengan stenosis pylorus mungkin karena kehabisan kalori,defisiensi UDP-glukuronil trnsferase hati, atau kenaikan sirkulasi bilirubin enterohepatik akibat ileus.
Pada bayi premature kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih lambat daripada kenaikan bilirubin pada bayi cukup bulan tetapi jangka waktunya lebih lama, yang biasanya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi; puncaknya dicapai antara hari ke-4 dan hari ke-7; gambarannya bergantung pada waktu yang diperlukan bayi preterm untuk mencapai mekanisme matur dalam metabolisme dan ekskresi bilirubin. Biasanya kadar puncak 8-12 mg/dL tidak dicapai sebelum hari ke-5 sampai hari ke-7 dan ikterus jarang diamati sesudah hari ke-10 (Behrman,2000).
b.      Ikterus Patologis  
Ikterus dan hiperbilirubinemia yang mendasarinya dianggap patologis bila waktu  pemunculannya. Lamanya atau pola kadar bilirubin serum yang ditentukan secara seri berbeda secara bermakna dari pola ikterus fisiologis; atau jika perjalannya sesuai dengan ikterus fisiologis namun ada alasan lain untuk mencurigai bahwa bayi mempunyai risiko khusus terhadap neurotoksisitas dari bilirubin yang tak terkonjugasi. Tidak mungkin untuk menentukan dengan tepat etiologi kenaikan abnormal bilirubin yang tak terkonjugasi. Banyak bayi demikian yang mempunyai factor risiko terkait ras Asia,prematuritas, minum ASI,kehilangan berat badan; karena istilah ikterus fisiologis yang berlebihan dan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir digunakan untuk bayi-bayi yang masalah primernya mungkinadalah defisiensi atau inaktivitas glukuronil tranferase bukannya beban bilirubin yang berlebih untuk diekskresikan.
Risiko hiperbilirubinemia dibuhungkan dengan perkembangan kernikterus (ensefalopati bilirubin) pada kadar bilirubin indirek serum yang tinggi. Kadar bilirubin serum yang disertai dengan kernikterus sebagian bergantung pada etiologi ikterus. Kernikterus berkembang pada kadar bilirubin yang lebih rendah pada bayi preterm dan pada keadaan asfiksia, PIV, hemolisis, atau obat-obatan yang memisahkan bilirubin dari albumin. Kernikterus tidak biasa terjadi pada penderita ikterus karena ASI (Behrman,2000).
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A.     Kerangka Konsep
Bayi ikterus fisiologis
 
-          Kadar bilirubin meningkat
-          Kadar bilirubin tetap
-          Kadar bilirubin turun
Kadar bilirubin
ASI
Factor-faktor yang dapat mempengaruhi penggunaan ASI antara lain :
a.       Perubahan social budaya
b.      Factor psikologis
c.       Factor fisik ibu
d.      Factor kurangnya petugas kesehatan
e.       Meningkatkan promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI
f.       Penerangan yang salah dari petugas kesehatan



 








      Gambar 3.1 : Kerangka Konseptual Pengaruh Pemberian ASI  terhadap penurunan kadar bilirubin pada bayi ikterus di Ruang Cempaka Barat RSUP Sanglah Denpasar 2012

Keterangan :
                                    : Mempengaruhi

                                    : Diteliti

                                    : Tidak Diteliti
B.      Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dapat dihasilkan “ada pengaruh pemberian ASI  terhadap penurunankan kadar bilirubin pada bayi ikterus di Ruang Cempaka Barat RSUP Sanglah Tahun 2012”
C.    Variabel  Penelitian Dan Definisi Operasional Variable
1.      Variable Penelitian
Variable mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan  yang dimiliki oleh kelompok yang lain. Definisi lain mengatakan bahwa variable adalah suatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit, dan sebagainya (Notoatmodjo,2005).
a.       Variabel bebas atau variable interdependen :
Pemberian ASI
b.      Variabel terikat atau dependen :
Penurunan kadar bilirubin pada bayi ikterus
2.      Definisi Operasional Variabel
Merupakan Penjelasan tentang pengertian dari variabel yang diteliti ,cara penelitian dan cara pengamatan /mengukur masing-masing variable.
      Table 3.1 Variable penelitian dan definisi operasional
Pengaruh Pemberian ASI  Terhadap Penurunan Kadar Bilirubin Pada Bayi Ikterus di Ruang Cempaka Barat RSUP Sanglah 2012
No
Variable penelitian
Definisi operasional
Instrumen
Alat ukur
Skala
1
Pemberian ASI
Air susu ibu ialah makanan pilihan utama untuk bayi. Bayi normal sudah dapat disusui segera sesudah lahir. Lamanya disusui hanya untuk satu sampai dua menit pada setiap payudara ibu.
Wawancara
Menggunakan kuesioner, dengan mengajukan beberapa pertanyaan.
Hasil akhir dapat diukur dengan mengetahui kapan ibu menyusui :
-   Segera
-   2  jam setelah persalinan
-   6 jam setelah persalinan
-      24 jam setelah persalinan
Ordinal
2
Penurunan kadar bilirubin pada bayi ikterus
Bilirubin adalah produk penguraian hemoglobin dari sel darah merah. Dan Ikterus adalah pewarnaan kuning yang tampak pada sklera dan kulit yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin
Observasi 
Melakukan perbandingan kadar bilirubin pada bayi ikterus yang  diberikan ASI.
Hasil akhir dapat diukur dengan :
-          Kadar bilirubin meningkat
-          Kadar bilirubin tetap
-          Kadar bilirubin menurun

Ordinal
 
BAB IV
METODE PENELITIAN

A.    Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental dengan rancangan  penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh sebab akibat dengan adanya keterlibatan dalam melakukan manipulasi terhadap variable bebas. Berdasarkan tujuan penelitian peneliti menggunakan rangcangan penelitian eksperimen semu (quasy-experiment). Penelitian ini menggungkapkan  sebab akibat dengan melibatkan kelompok control disamping kelompok eksperimental, tapi pemilihan kedua kelompok ini tidak menggunakan teknik acak. Rancangan ini biasanya menggunakan kelompok subjek yang telah terbentuk secara wajar (teknik rumpuk), sehingga sejak awal bisa saja kedua kelompok subjek telah memiliki karakteristik yang berbeda (Nursalam,2008)
Table 4.1 : Rancangan penelitian eksperimen semu (quasy-experiment)
Subyek
Pra
Perlakuan
Pasca test

K-A
K-B

O
O
Time 1

I
-
Time 2

O1-A
O1-B
Time 3




Keterangan :
K-A                 : subyek (bayi ikterus ) perlakukan
K-B                 : subjek (pemberian ASI ) kontrol
O                     : observasi perilaku sebelum pemberian ASI
I                       : intervensi pemberian ASI
O1(A+B)         : observasi kadar bilirubin setelah diberikan ASI (kelompok perlakuan dan control)
B.     Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian di ruang Cempaka Barat (Perinatalogi) RSUP Sanglah Denpasar, waktu yang akan dilakukan penelitian bulan Februari- Maret 2013.
C.    Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
1.      Populasi
Populasi penelitian atau universal adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoadmodjo,2005). Adapuan populasi yang digunakan dalam penelitian adalah seluruh bayi yang mengalami ikterus di RSUP Sanglah Denpasar.
2.      Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo,2005).  Besarnya sampel dalam penelitian dihitung dengan rumus :
            N
N=       1 + N (d2)
Keterangan :
N   : Besar populasi
n    : Besar sampel
d    : tingkat kekeliruan (5%)
Berdasarkan penelitian setelah menentukan jumlah sampel. Kemudian persyaratan subjek yang bisa diikut sertakan dalam penelitian ini didasarkan pada criteria inklusi dan criteria ekslusi.
a.       Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam,2009).
-          Ibu yang memiliki bayi ikterus umur 2 sampai 5 hari
-          Ibu yang  memberikan ASI
-          Ibu yang bersedia menjadi responden.
b.      Kriteria eksklusi adalah menghilangan/mengeluarkan subjek yang memenuhi criteria inklusi dari studi kerena pelbagai sebab, antara lain (Nursalam,2009) :
-          Ibu yang tidak memiliki bayi ikterus
-          Bayi yang tidak ikterus

3.      Teknik Sampling
Teknik sampling adalah cara atau teknik dalam pengambilan sampel penelitian untuk mewakili populasi. Teknik sampling ada dua yaitu sampel probabilitas (probability samples/random sample/sampel acak) dan sampel non probabilitas (non probability samples) (Notoadmodjo,2005). Dalam penelitian ini pengambil sampel secara non probability samples yaitu Purposive sampling (judgement sampling) adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya.(Nursalam,2008).
D.    Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data
a. Jenis Data
     Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri (Riyanto,2010). Dalam penelitian ini data primer didapat dari hasil wawancara dan observasi pada sampel.
b.   Cara Pengumpulan Data
     Bayi ikterus pada hari Kedua hingga hari kelima di RSUP Sanglah Denpasar adalah sampel yang akan diberikan ASI untuk mengetahui kadar bilirubin. Jumlah sampel akan diambil menggunakan teknik sampling non random dimana bayi dipilih oleh peneliti sesuai dengan yang diinginkan peneliti. Bayi yang diberikan ASI akan diobservasi kadar bilirubinnya.
c.  Instrument Penelitian
      Instrument penelitian yang digunakan peneliti adalah wawancara ibu yang memiliki bayi ikterus dan observasi penurunan kadar bilirubin pada bayi ikterus dengan pemberian ASI.


2.      Pengolahan Data dan Analisa Data
Analisa data merupakan suatu proses atau analisa yang dilakukan secara sistematis terhadap data yang telah dikumpulkan dengan tujuan supaya trend dan relationship bisa dideteksi (Nursalam dan Pariani,2001).
a. Pengolahan data
Pengolahan data merupakan suatu cara untuk memprediksi data dan menyiapkan data sedemikian rupa agar dapat dianalisa lebih lanjut dan mendapatkan data yang siap untuk disajikan (Notoatmojo,2002). Langkah-langkah dalam pengolahan data :
1)      Editing dimaksudkan untuk melihat apakah data yang diperoleh sudah terisi lengkap atau kurang lengkap
2)      Coding, yaitu mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut macamnya.
3)      Scoring, dilakukan terhadap hasil observasi kadar bilirubin saat pre test dan post test dengan skor 9 untuk kadar bilirubin turun,skor 6 untuk kadar bilirubin tetap dan skor 4 untuk kadar bilirubin naik.
4)      Entry yaitu upaya untuk memasukkan data kedalam media agar peneliti mudah mencari bila diperlukan lagi. Data tersebut dimasukkan kedalam disket/CD yang telah dioleh dengan menggunakan computer.
5)      Tabulating yaitu membuat tabulasi untuk pengorganisasian data yang sudah terkumpul agar mudah dijumlah, disusun dan ditata untuk disajikan serta dianalisis.
b.      Teknik Analisa Data
Melihat dari jumlah sampel pada penelitian ini dan dari data yang tersedia pada kelompok perlakuan merupakan sampel kelompok berpasangan ,maka untuk memperoleh hasil yang signifikan dalam penelitian ini menggunakan test/tehnik analisa data dengan menggunakan ‘wilcoxon Sign Rank Test” (Alimul,2007).
Pada tahap awal data yang terkumpul sebagai data pre test dan post test selanjutnya dilakukan analisa bivariate. Dimana adanya peningkatan nilai rata-rata (mean) pada hasil data pre test dan post test pada tahap awal dianalisa.
Pada tahap selanjutnya peneliti menganalisa dengan menggunakan Wilcoxon Sign Rank Test dengan menggunakan program komputer. Pada pengujian dengan menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test, dimana analisis dilakukan pada data pre test dan post test. Hasil yang di tuju peneliti adalah membandingkan nilai signifikansi Probabilitas (P) dari hasil uji Wilcoxon Sign Rank Test. Di tentukan nilai signifikansi p<_ 0.05. Bila hasil perhitungan menunjukkan nilai signifikansi p<_ 0.05 berarti Ho di tolak dan hipotesis diterima sehingga ada pengaruh pemberian ASI terhadap penurunan kadar bilirubin pada bayi ikterus di RSUP Sanglah Denpasar 2012.


3.      Etika Penelitian
a.       Informed Consent
Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara penelitian dengan respon penelitian dengan memberikan lembaran persetujuan untuk menjadi responden dan diberikan sebelum penelitian dilakukan.
b.      Anonimity (tanpa nama)
Anonymity merupakan masalahyang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menulis kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
c.       Cofidentiality (kerahasiaan)
Cofidentiality merupakan masalah etika dengan memberikan jaminankerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Alimul,2007).
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika.
Arikunto, S . 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT Rineka Cipta
Behrman,dkk.2000.Ilmu Kesehatan Anak Nelson.Jakarta:EGC
Bobak.2005.Buku Ajar Keperawatan Maternitas.Jakarta:EGC
Coad,Jane.2007.Anatomy And Physiology for midwives.Jakarta:EGC
Hamilton,Persis Mary.2002.Dasar-dasar Keperawatan Maternitas.Jakarta:EGC
Ilyas,Jumarni.2002..Asuhan Keperawatan Perinatal.Jakarta:EGC
Manuaba,Ida Bagus Gde.1998..Ilmu Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Kebidanan.Jakarta:EGC
Mitayani.2009.Asuhan Keperawatan Maternitas.Jakarta:Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. 2002.Metodelogi Penelitian Kesehatan  Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. 2005.Metodelogi Penelitian Kesehatan  Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam&Siti,Pariani, 2001.Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto
Nursalam.2008. Konsep dan Penerangan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,edisi 2. Jakarta:Salemba Medika
Riyanto,Agus.2010.Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan.Yogjakarta:Nuha Medika
Sastroasmoro,Sudigdo.2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi Ke-4.Jakarta: Sagung Seto
Soetjiningsih.2006.Seri Gizi Klinis ASI.Jakarta:EGC
Suradi,Runila.2009.Air Susu Ibu dan Ikterus. (online) (http://www.idai.or.id/asi/artikel.asp?q=20109693639) (tgl 10 mei 2012)
Surasmi,Asrining.2003.Perawatan Bayi Risiko Tinggi.Jakarta:EGC
Wasis.2008.Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat.Jakarta: EGC
Widyaningsih,Tri.2012.Ikterus Pada Bayi Baru Lahir. (online) (http://bidanwidya.blogspot.com/2012/01/ikterus-kuning-pada-bayi-baru-lahir.html) (18 Januari 2012)
Wiknjo,H.2006.Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo



                                                                                                                           aya patni