USULAN PENELITIAN
PENGARUH PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP PENURUNAN
KADAR BILIRUBIN PADA NEONATUS IKTERUS DI RUANG CEMPAKA BARAT
RSUP SANGLAH DENPASAR
2012

Oleh :
NI NENGAH SUARYAPATNI
NIM. KP.03.10.028
AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IX/UDAYANA
DENPASAR
2013

PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penelitian
Kesehatan
bayi dan ibu merupakan indikator untuk sebuah Negara dapat dikatakan maju,
banyak hal yang dapat mempengaruhi
kesehatan ibu dan bayi. Tidak dipungkiri banyak ibu kurang paham akan kesehatan
bayinya yang baru lahir. Terkait dengan keadaan bayi baru lahir, kebanyakan
bayi baru lahir mengalami kuning atau dalam ilmu keperawatan disebut ikterus.
Ikterus adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lender, kulit,
atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Ikterus fisiologi adalah ikterus
yang terjadi karena metabolism normal bilirubin pada bayi baru lahir usia
minggu pertama. Peningkatan kadar bilirubin terjadi pada hari ke-2 dan ke-3 dan
mencapai puncaknya pada hari ke-5 sampai hari ke-7, kemudian menurun kembali
pada hari ke-10 sampai hari ke-14 (Surasmi, 2003).

Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir
setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Di
Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit
pendidikan. Di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo
selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58%
untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas
12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85%
bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8%
memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Berdasarkan data yang didapat di
RSUP Sanglah Denpasar didapatkan data angka kejadian hiperbilirubin selama
bulan Januari sampai November 2012 tercatat 196 kasus hiperbilirubin dengan
kejadian hiperbilirubin yang paling
tinggi pada bulan November sebanyak 33 kasus.
Oleh karena itu mengendalikan kadar bilirubin pada
bayi baru lahir dapat dilakukan dengan pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah
cairan dan kalori yang mencukupi. Pemberian minum sedini mungkin akan
meningkatkan motilitas usus dan juga menyebabkan bakteri introduksi ke usus.
Bakteri dapat mengubah bilirubin direk menjadi urobilin yang tidak dapat
diabsorpsi kembali. Dengan demikian, kadar bilirubin serum akan turun. Pemberian
minum yang cukup dapat membantu pemenuhan kebutuhan glukosa pada neonatus.
Makanan yang terbaik bagi neonatus adalah ASI karena ASI mempunyai manfaat yang
besar bagi neonatus pada periode transisi. Kandungan yang dibutuhkan neonatus
dalam ASI adalah antibodi, protein, karbohidrat, lemak dan vitamin. Sebagian
bahan yang terkandung dalam ASI yaitu beta glukoronidase akan memecah bilirubin
menjadi bentuk yang larut dalam lemak, sehingga bilirubin indirek akan
meningkat dan kemudian akan diresorbsi oleh usus (Surasmi, 2003).
Dari latar belakang diatas dapat disimpulkan bahwa
terjadinya warna kuning atau ikterus pada bayi baru lahir merupakan keadaan
yang relatif tidak berbahaya tapi jika
tidak mendapatkan penanganan yang tepat
akan menyebabkan bayi mengalami ikterus patologi yang berlanjut pada kernicterus,
jadi peran orang tua sangatlah penting untuk menanggulangi ikterus pada
neonatus. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membuat judul “Pengaruh
Pemberian ASI Eksklusif terhadap Penurunan Kadar Bilirubin pada Neonatus Ikterus
Di Ruang Cempaka Barat RSUP Sanglah Tahun 2012”.
B.
Rumusan
Masalah atau Identifikasi Masalah
Bagaimana pengaruh
pemberian ASI eksklusif terhadap penurunan kadar bilirubin pada neonatus ikterus di ruang Cempaka Barat RSUP
Sanglah Denpasar 2012?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan
umum :
Mengetahui pengaruh
pemberian ASI eksklusif terhadap penurunan kadar bilirubin pada neonatus
ikterus di ruang Cempaka Barat RSUP Sanglah
Denpasar 2012
2.
Tujuan
Khusus :
a.
Mengidentifikas karakteristik ibu dalam
pemberian ASI.
b.
Mengidentifikasi pengaruh pemberian ASI
pada neonatus
ikterus.
c.
Menganalisa pengaruh pemberian ASI pada
penurunan kadar bilirubin.
D.
Kegunaan
Penelitian atau Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis :
Hasil
penelitian ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan ibu dalam mengenal dan merawat
bayi baru lahir yang mengalami ikterus.
2.
Manfaat Teoritis
:
a. Hasil
penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan penelitian selanjutnya.
b. Bermanfaat
bagi mahasiswa Akper Kesdam IX Udayana untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang
pengaruh pemberian ASI pada bayi baru lahir terhadap penurunan kadar bilirubin
pada neonatus ikterus.

BAB
II
KAJIAN PUSTAKA
A.
ASI
Air susu ibu ialah makanan pilihan utama
untuk bayi (Bobak, 2005). Bayi normal sudah dapat disusui segera sesudah lahir.
Lamanya disusui hanya untuk satu sampai dua menit pada setiap payudara ibu.
Dengan mengisapnya bayi akan terjadi rangsang terhadap pembentukan air susu ibu
dan secara tidak langsung rangsangan hisap membantu mempercepat pengecilan
uterus (Wiknjo, 2006). Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam
larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar
mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya. ASI eksklusif adalah
pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur 0 – 6
bulan (Proverawati, 2010).
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian
ASI
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan ASI ialah
karakteristik ibu antara lain :
a.
Umur Ibu

Dalam
kurun waktu reproduksi sehat dikenal usia aman untuk kehamilan, persalinan, dan
menyusui adalah 20-35 tahun. Oleh sebab itu, yang sesuai dengan masa reproduksi
sangat baik dan sangat mendukung dalam pemberian ASI eksklusif,sedangkan umur
yang kurang dari 20 tahun dianggap masih belum matang secara fisik, mental, dan
psikologi dalam menghadapi kehamilan, persalinan, serta pemberian ASI. Umur
lebih dari 35 tahun dianggap berbahaya, sebab baik alat reproduksi maupun fisik
ibu sudah jauh berkurang dan menurun, selain itu bisa terjadi risiko bawaan
pada bayinya dan juga dapat meningkatkan kesulitan pada kehamilan, persalinan
dan nifas (Arini, 2012).
b.
Pendidikan
Tingkat
pendidikan ibu yang rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu dalam
menghadapi masalah,terutama dalam pemberian ASI eksklusif. Pengetahuan ini
diperoleh baik secara formal maupun informal. Sedangkan ibu-ibu yang mempunyai
tingkat pendidikan yang lebih tinggi, umumnya terbuka menerima perubahan atau
hal-hal guna pemeliharaan kesehatanya. Pendidikan juga akan membuat seseorang
terdorong untuk ingin tahu mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima
akan menjadi pengetahuan (Arini, 2012).
Pendidikan
dan kebebasan informasi membuat para wanita masa kini lebih berani memasuki
wilayah pekerjaan lain yang dapat memberdayakan kemampuan dirinya secara
maksimal sehingga ibu tidak dapat memberikan ASI eksklusif (Arini, 2012).
c.
Paritas
Paritas
adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang ibu. Paritas dalam
menyusui adalah pengalaman pemberian ASI eksklusif, menyusui pada kelahiran
anak sebelumnya, kebiasaan menyusui dalam keluarga, serta pengetahuan tentang
manfaat ASI berpengaruh terhadap keputusan ibu untuk menyusui atau tidak.
Dukungan dokter, bidan, atau petugas kesehatan lainnya, juga kerabat dekat
sangat dibutuhkan terutama untuk yang pertama kali hamil. Dalam pemberian ASI
eksklusif, ibu yang pertama kali menyusui pengetahuannya terhadap pemberian ASI
eksklusif belum berpengalaman dibandingkan dengan ibu yang sudah berpengalaman
menyusui anak sebelumnya (Arini, 2012).
d.
Pekerjaan
Dengan
terbukanya kesempatan bekerja dan tuntutan untuk bekerja membantu ekonomi
keluarga maka sebagian ibu-ibu memilih bekerja di luar rumah. Dengan bekerja
ibu tidak dapat berhubungan penuh dengan bayinya, akibatnya ibu cenderung
memberikan susu formula dan diberikan melalui botol, menyebabkan frekuensi
penyusuan akan berkurang dan produksi ASI akan menurun. Keadaan ini menyebabkan
ibu menghentikan pemberian ASI. Jadi, seorang ibu yang bekerja kemungkinan
menyusui bayinya secara eksklusif menurun drastis.
e.
Pengetahuan
Menurut
Arini (2012) pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, pengindraan terjadi
melalui panca indra manusia yaitu penglihatan, penciuman, pendengaran, rasa,
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Proses terbentuknya keterampilan seseorang untuk bertindak perilaku
baru terutama pada orang dewasa dimulai dari aspek kognitif, obyek sehingga
menimbulkan pengetahuan baru pada subjek yang selajutnya akan menimbulkan
respon lebih jauh lagi berupa tindakan.
2.
Zat-zat
gizi dalam ASI
Disamping mengandung berbagai macam zat
anti yang melindungi bayi terhadap berbagai macam antigen dan mikroba, ASI juga
mengandung zat-zat gizi yang penting dalam pencegahan maupun penatalaksanaan
diare, yaitu :
a. Protein
ASI lebih rendah dari protein susu sapi, keadaan ini sesuai untuk pertumbuhan
bayi dan ginjal bayi. Tetapi walaupun kuantitas proteinnya rendah, tetapi
kualitasnya lebih baik daripada protein susu sapi.
b. Lemak
ASI lebih tinggi daripada lemak susu sapi, terutama asam lemak tak jenuh (asam
linoleat), asam lemak rantai panjang (arachidonat dan dekadeksanoat) dan
kolesterol. Bentuk emulsi lemak disini lebih sempurna karena ASI mengandung
enzim lipase yang memecah trigliserida menjadi digliserida dan monogliserida.
Sehingga lemak ASI lebih mudah dicerna dan diserap. Disamping itu lemak ASI
merupakan sumber kalori dan sumber vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D,
E, K).
c. Karbohidrat
pada ASI terutama laktosa, dimana laktosa pada ASI ini lebih tinggi dibanding
susu sapi, yang memerlukan sumber kalori bagi bayi. Adanya faktor bifikus pada
ASI, membantu memecah laktosa menjadi asam laktat, sehingga tercipta suasana
asam. Suasana asam dalam ini memberikan beberapa keuntungan, yaitu :
1) Menghambat
pertumbuhan bakteri yang pathogen
2) Memacu
pertumbuhan bakteri yang memproduksi asam organic dan mensintesis vitamin
3) Memudahkan
absopsi kalsium, sehingga walaupun laktose pada ASI lebih tinggi daripada susu
sapi, pada penderita diare ASI dapat diteruskan.
d. Vitamin
pada ASI
ASI tidak mengandung
vitamin B-12 dan asam folat yang bebas, karena pada ASI terdapat
nutrient-karier protein yang mengikat vitamin B-12 dan asam folat, sehingga
B-12 dan folat tidak tersedia untuk pertumbuhan E.coli dan bakterioid.
e. Mineral
pada ASI
Yang penting disini
adalah sebagian besar Fe di dalam ASI terikat dengan protein, sehingga selain
absorpsinya lebih mudah juga kuman yang memerlukan Fe sukar untuk berkembangbiak
(Soetjiningsih, 2006).
3.
Keuntungan
ASI
Menyusui memberi banyak keuntungan :
nutrisi, imunologi, dan psikologi. Menurut Worthington Roberts, menyusui
memiliki keuntungan-keuntungan berikut :
a. Bayi
mendapatkan immunoglobulin untuk melindunginya dari banyak penyakit dan
infeksi.
b. Bayi
lebih jarang menderita infeksi telinga dan saluran pernapasan atas.
c. Bayi
lebih jarang mengalami diare dan penyakit saluran cerna lainnya.
d. Risiko
bayi mendapatkan diabetes juvenile menurun.
e. Bayi
memiliki lebih sedikit kemungkinan untuk menderita limfoma tipe tertentu.
f. Jenis
protein yang ditelan mengurangi kemungkinan
timbulnya reaksi alergi.
g. Bayi
yang disusui memiliki lebih sedikit masalah dengan pemberian makan yang
berlebihan akibat “ harus menghabiskan susu botol”.
h. Insiden
bayi untuk mengalami obesitas dan hipertensi pada masa dewasa menurun.
i.
Tidak perlu mencuci botol, menyiapkan
formula, dan tidak menyimpannya dilemari es.
j.
Organ-organ reproduksi ibu akan lebih
cepat kembali ke keadaan sebelum hamil.
k. Menyusui
meningkatkan kontak dekat antara ibu-anak
(Bobak, 2005).
B.
PASI
(Pengganti ASI)
Pemberian susu
formula (PASI) merupakan alternative pemberian susu yang berhasil pada beberapa
keadaan tertentu, termasuk keadaan-keadaan berikut :
a. Keluarga
memutuskan untuk tidak menyusui bayi atau ibu tidak mampu menyusui karena suatu
penyakit.
b. Jadwal
ibu tidak memungkinkan menyusui bayinya.
c. Formula
khusus dibutuhkan karena bayi alergi atau memerlukan suatu makanan tertentu.
d. Memberi
tambahan makanan bagi bayi yang ibunya kadang-kadang tidak dapat menyusui.
e. Melengkapi
ASI jika produksi susu ibu tidak mencukupi.
f. Bayi
adopsi.
Susu formula
harus menjadi pilihan jika ibu mengidap infeksi aktif, seperti tuberculosis, lesi
sifilis, pada payudara atau AIDS. Alasan medis susu formula direkomendasikan
berdasarkan kebutuhan nutrisi bayi, preferensi orang tua, biaya, kebutuhan susu
untuk dibekukan,kenyamanan, dan kemampuan orangtua untuk menyiapkan susu
formula dengan akurat dan aman (Bobak, 2005).
C. Bilirubin
1.
Pengertian
Bilirubin
adalah produk penguraian hemoglobin dari sel darah merah. Zat besi dari sel
darah merah didaur-ulang. Hem, yaitu pigmennya yang diuraikan oleh makrofag sistem
retikuloendotel menjadi biliverdin dan kemudian bilirubin. Bilirubin tidak
terkojugasi (tidak langsung : indirek)
bersifat tidak larut dan tidak dapat diekskresikan. Zat ini diangkut oleh
albumin plasma ke hati untuk di metabolisme menjadi bilirubin terkonjugasi
(langsung ; direk), yang larut.
Konjugasi melibatkan pengikatan gula glukuronida ke bilirubin untuk membentuk
bilirubin diglukuronat. Bilirubin terkonjugasi diekskresikan ke dalam empedu
dan feses. Di usus, bilirubin terkonjugasi mengalami metabolisasi lebih lanjut
oleh flora bakteri untuk menghasilkan urobilin dan sterkobilin (yang memberikan
warna khas pada tinja). Sebagian produk pemecahan metabolisme bilirubin oleh
bakteri mengalami dekonjugasi dan diserap melalui dinding usus untuk didaur
ulang. Sejumlah kecil bilirubin juga diekskresikan melalui ginjal (Coad, 2007)
2.
Metabolisme bilirubin
Meningkatnya
kadar bilirubin dapat disebabkan produksi yang berlebihan. Sebagian besar
bilirubin berasal dari destruksi eritrosit yang menua. Pada neonatus 75%
bilirubin berasal dari mekanisme ini. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan
35 mg bilirubin indirek (free bilirubin)
dan bentuk inilah yang dapat masuk ke dalam jaringan otak dan menyebabkan
kernikterus. Sumber lain kemungkinan besar dari sumsum tulang dan hepar, yang
terdiri dari dua komponen, yaitu komponen non-eritrosit dan komponen eritrosit
yang terbentuk dari eritropoesis yang tidak sempurna.
Pembentukan
bilirubin diawali dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin. Setelah
mengalami reduksi biliverdin menjadi bilirubin bebas, yaitu zat yang larut
dalam lemak dan sulit larut dalam air. Bilirubin ini mempunyai sifat lipofilik
yang sulit diekskresi dan mudah melewati membran biologik seperti plasenta dan
sawar otak. Di dalam plasma bilirubin bebas tersebut terikat/ bersenyawa dengan
albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan sehingga
bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepotosit.
Di dalam sel bilirubin akan terikat dan bersenyawa dengan ligandin (protein Y),
protein Z dan glutation S-transferase membawa bilirubin ke reticulum endoplasma
hati. Di dalam sel hepar berkat adanya enzim glukorinil transferase, terjadi
proses konjugasi bilirubin yang menghasilkan bilirubin direk, yaitu bilirubin
yang larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal.
Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi diekskresikan melalui duktus
hepatikus ke dalam saluran pencernaan. Selanjutnya menjadi urobilinogen dan
keluar bersama feses sebagai sterkobilin. Di dalam usus terjadi proses absorpsi
enterohepatik, yaitu sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi
bilirubin indirek dan direabsorpsi kembali oleh mukosa usus.
Peningkatan
kadar bilirubin pada hari-hari pertama kehidupan, dapat terjadi pada sebagian
besar neonatus. Hal ini disebabkan karena tingginya kadar eritrosit neonatus
dan umur eritrosit lebih pendek (30-90%), dan fungsi hepar yang belum matang.
Hal ini merupakan keadaan yang fisiologi. Pada liquor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan
12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada
inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin amnion dapat dipakai untuk
memperkirakan beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat
pada obstruksi usus janin. Bagaimana bilirubin sampai ke cairan amnion belum
diketahui dengan jelas. Akan tetapi, kemungkinan besar melalui mukosa saluran
napas dan saluran cerna. Dengan demikian, hampir semua bilirubin pada janin
dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan
diekskresikan oleh hepar ibunya (Surasmi, 2003).
3.
Faktor-faktor
risiko yang dapat menyebabkan peningkatan kadar bilirubin
a. Faktor Maternal
1) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,
Yunani)
2) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO, dan Rh)
3) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
b. Faktor Perinatal
1) Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
2) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
c.
Faktor
Neonatus
: prematuritas
d.
Faktor
genetik
1) Polisitemia
2) Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, dan
sulfisoxazol)
3) Rendahnya asupan ASI
4) Hipoglikemia
5)
Hipoalbuminemia
(Widyaningsih, 2012)
D. Neonatus Ikterus
1.
Pengertian
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di
luar rahim sampai dengan 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar
dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim. Ikterus adalah pewarnaan kuning yang
tampak pada sklera dan kulit yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin.
Neonatus ikterus merupakan warna kuning pada kulit dan sclera pada masa
kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan 28 hari (Safrudin,
2007).
Warna kuning biasanya akibat didalam kulit
terjadi akumulasi pigmen bilirubin yang larut-lemak, tak terkonjugasi, nonpolar
(bereaksi indirek) yang dibentuk dari hemoglobin oleh kerja heme oksigenasi, biliverdin
reduktase, dan agen pereduksi nonenzimatik
dalam sel retikuloendotelial, dapat juga sebagian disebabkan oleh endapan
pigmen sesudah pigmen ini didalam mikrosom sel hati diubah oleh enzim
asam uridin difosfoglukuronat (uridin
phosphoglucuronic acid {UDPGA}) glukuronil transferase menjadi bilirubin
ester glukuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi-direk). Bentuk tak
terkonjugasi ini bersifat neurotoksik bagi bayi pada kadar tertentu dan pada
berbagai keadaan. Bilirubin terkonjugasi tidak neurotoksik tetapi menunjukkan
kemungkinan terjadi gangguan yang serius. Kenaikan bilirubin ringan dapat
mempunyai sifat antioksidan (Behrman, 2000).
2. Etiologi
Metabolisme
bilirubin bayi baru lahir berada dalam transisi dari stadium janin yang selama
waktu tersebut plasenta merupakan tempat utama eliminasi bilirubin yang larut-lemak, ke
stadium dewasa, yang selama waktu tersebut bentuk bilirubin terkonjugasi yang
larut-air diekskresikan dari sel hati ke dalam system biliaris dan kemudian ke dalam
saluran pencernaan. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dapat disebabkan atau
diperberat oleh beberapa faktor-faktor, yaitu :
a.
Menambah
beban bilirubin untuk dimetabolisasi oleh hati (anemia hemolitik, waktu hidup sel darah menjadi pendek akibat imaturitas atau akibat sel yang ditransfusikan.
Penambahan sirkulasi enterohepatik, infeksi)
b.
Dapat
mencederai atau mengurangi aktivitas enzim transferase (hipoksia,infeksi
kemungkinan hipotermia dan defisiensi tiroid)
c.
Dapat
berkompetisi dengan atau memblokade enzim transeferase (obat-obatan dan bahan
lain yang memerlukan konjugasi asam glukuronat untuk diekskresi )
d.
Menyebabnya
tidak adanya atau berkurangnya enzim yang diambil atau menyebabkan pengurangan
reduksi bilirubin oleh sel hepar (cacat genetic, prematuritas).
Resiko
pengaruh toksik dari meningkatnya kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum
menjadi bertambah dengan adanya faktor- faktor yang mengurangi retensi
bilirubin dalam sirkulasi ( hipoproteinemia, perpindahan bilirubin dari
tempat ikatannya pada albumin karena ikatan konpetitif obat-obatan seperti
surfisoksazol dan moksalaktam, asidosis, kenaikan sekunder kadar asam lemak
bebas akibat hipoglikemia, kelaparan atau hipotermia), atau oleh faktor-faktor
yang meningkatan permeabililitas sawar darah otak atau membrane sel saraf
terhadap bilirubin atau kerentanan sel otak terhadap toksisitasnya seperti
asfiksia, prematuritas, hiperosmolaritas, dan infeksi. Pemberian makan yang
awal menurunkan kadar bilirubin, sedangkan ASI dan dehidrasi menaikan kadar
bilirubin serum. Mekonium mengandung 1 mg bilirubin dan dapat turut menyebabkan
ikterus dalam sirkulasi enterohepatik pasca-dekonjugasi
oleh glukuronidasi usus. Obat-obatan seperti oksitosin dan bahan kimia yang
diberikan dalam ruang perawatan seperti deterjen fenol dapat juga menimbulkan
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi (Behrman, 2000).
3. Klasifikasi
Ikterus
a. Ikterus
fisiologis
Pada
lingkunagan normal, kadar bilirubin dalam serum tali pusat yang beraksi-indirek
adalah 1-3 mg/dL dan naik dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dL/24 jam, dengan
demikian, ikterus dapat dilihat pada hari ke-2 sampai hari ke-3, biasanya
berpuncak antara hari ke-2 dan hari ke-4 dengan kadar 5-6 mg/dL dan menurun
sampai di bawah 2 mg/dL antara umur hari ke-5 dan ke-7. Ikterus yang disertai
denga perubahan-perubahan ini disebut “fisiologis” dan diduga akibat kenaikan
produksi bilirubin pasca pemecahan sel darah merah janin dikombinasikan dengan
keterbatasan sementara konjugasi bilirubin oleh hati.
Secara
keseluruhan, 6-7% bayi cukup bulan mempunyai kadar bilirubin indirek lebih
besar dari 12,9 mg/dL, dan kurang dari 3% mempunyai kadar yang lebih besar dari
15 mg/dL. Faktor resiko untuk mengalami hiperbilirubinemia indirek meliputi :
diabetes pada ibu, ras (Cina, Jepang, Korea, dan Amerika Asli), prematuritas,
obat-obatan (vitamin K3,novobiosin), tempat yang tinggi, polisitemia, jenis
kelamin laki-laki, trisomi-21, mamar kulit, sefalhematom, induksi oksitosin,
pemberian ASI, kehilangan berat badan (dehidrasi atau kehabisan kalori),
pembentukan tinja lambat, dan ada saudara yang mengalami ikterus fisiologis.
Bayi-bayi tanpa variabel ini jarang mempunyai kadar bilirubin indirek diatas 12
mg/dL, sedangkan bayi yang mempunyai banyak risiko lebih mungkin mempunyai
kadar bilirubin yang lebih tinggi. Kadar bilirubin indirek pada bayi cukup
bulan menurun sampai menjadi kadar orang dewasa (1 mg/dL) pada umur 10-14 hari.
Hiperbilirubinemia indirek persisten sesudah 2 minggu memberi kesan hemolisis,
defisiensi glukuronil transferase heredite, ikterus ASI, hipotiroidism, atau
obstruksi usus. Ikterus yang disertai dengan stenosis pylorus mungkin karena
kehabisan kalori,defisiensi UDP-glukuronil transferase hati, atau kenaikan
sirkulasi bilirubin enterohepatik akibat ileus.
Pada
bayi premature kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih
lambat daripada kenaikan bilirubin pada bayi cukup bulan tetapi jangka waktunya
lebih lama, yang biasanya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi; puncaknya
dicapai antara hari ke-4 dan hari ke-7; gambarannya bergantung pada waktu yang
diperlukan bayi preterm untuk mencapai mekanisme matur dalam metabolisme dan
ekskresi bilirubin. Biasanya kadar puncak 8-12 mg/dL tidak dicapai sebelum hari
ke-5 sampai hari ke-7 dan ikterus jarang diamati sesudah hari ke-10 (Behrman,
2000).
b. Ikterus
patologis
Ikterus
dan hiperbilirubinemia yang mendasarinya dianggap patologis bila waktu pemunculannya. Lamanya atau pola kadar
bilirubin serum yang ditentukan secara seri berbeda secara bermakna dari pola
ikterus fisiologis; atau jika perjalannya sesuai dengan ikterus fisiologis
namun ada alasan lain untuk mencurigai bahwa bayi mempunyai risiko khusus
terhadap neurotoksisitas dari bilirubin yang tak terkonjugasi. Tidak mungkin
untuk menentukan dengan tepat etiologi kenaikan abnormal bilirubin yang tak
terkonjugasi. Banyak bayi demikian yang mempunyai faktor risiko terkait ras
Asia, prematuritas, minum ASI, kehilangan berat badan; karena istilah ikterus
fisiologis yang berlebihan dan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir
digunakan untuk bayi-bayi yang masalah primernya mungkin adalah defisiensi atau
inaktivitas glukuronil tranferase bukannya beban bilirubin yang berlebih untuk
diekskresikan.
Risiko hiperbilirubinemia dibuhungkan dengan
perkembangan kernikterus (ensefalopati bilirubin) pada kadar bilirubin indirek
serum yang tinggi. Kadar bilirubin serum yang disertai dengan kernikterus
sebagian bergantung pada etiologi ikterus. Kernikterus berkembang pada kadar
bilirubin yang lebih rendah pada bayi preterm dan pada keadaan asfiksia,
hemolisis, atau obat-obatan yang memisahkan bilirubin dari albumin. Kernikterus
tidak biasa terjadi pada penderita ikterus karena ASI (Behrman,
2000).

KERANGKA KONSEP
A.
Kerangka Konsep
|

|


![]() |
Keterangan
:

|

Gambar
3.1 : Kerangka Konseptual Pengaruh Pemberian ASI eksklusif
terhadap
penurunan kadar bilirubin pada neonatus ikterus
di Ruang
Cempaka Barat RSUP Sanglah
Denpasar
2012
B.
Hipotesis
Berdasarkan
rumusan masalah dapat dihasilkan “ada pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap
penurunankan kadar bilirubin pada neonatus ikterus di Ruang Cempaka Barat RSUP
Sanglah Denpasar 2012”
C.
Identifikasi Variabel Definisi Operasional
1.
Identifikasi Variabel
Variable mengandung pengertian
ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda
dengan yang dimiliki oleh kelompok yang
lain (Notoatmodjo, 2005).
a.
Variabel
bebas atau variabel interdependen :
Pemberian ASI eksklusif
b.
Variabel
terikat atau dependen :
Penurunan kadar bilirubin pada
neonatus ikterus
2.
Definisi Operasional Variabel
Merupakan
Penjelasan tentang pengertian dari variabel yang diteliti ,cara penelitian dan
cara pengamatan /mengukur masing-masing variabel.
Table 3.1 Variable penelitian dan
definisi operasionalPengaruh Pemberian ASI
Terhadap Penurunan Kadar Bilirubin Pada Bayi Ikterus di
Ruang Cempaka Barat RSUP Sanglah
2012
No
|
Variable penelitian
|
Definisi operasional
|
Instrumen
|
Alat ukur
|
Skala
|
1
|
Pemberian ASI eksklusif
|
Air
susu ibu ialah makanan pilihan utama untuk bayi. Bayi normal sudah dapat
disusui segera sesudah lahir. ASI ksklusif adalah epemberian ASI tanpa
makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur 0 – 6 bulan.
|
Wawancara
|
Menggunakan
kuesioner, dengan mengajukan beberapa pertanyaan.
Hasil
akhir dapat diukur dengan mengetahui kapan ibu menyusui :
-
Pemberian
ASI nilainya 1
-
Pemberian
PASI nilainya 0
|
Nominal
|
2
|
Penurunan kadar bilirubin pada bayi ikterus
|
Bilirubin
adalah produk penguraian hemoglobin dari sel darah merah. Dan Ikterus adalah pewarnaan kuning
yang tampak pada sklera dan kulit yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin
|
Observasi
|
Melakukan perbandingan kadar bilirubin pada bayi ikterus
yang diberikan ASI.
Hasil akhir dapat diukur dengan :
-
Kadar
bilirubin meningkat, jika
>5mg%/dL/24jam nilainya 1
-
Kadar
bilirubin tetap nilainya 2
-
Kadar
bilirubin menurun , jika < 5 mg/dL/24 jam, nilainya 3
|
Ordinal
|

METODE PENELITIAN
A.
Desain
Penelitian
Penelitian
ini menggunakan metode penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian yang digunakan untuk mencari
pengaruh sebab akibat dengan adanya keterlibatan dalam melakukan manipulasi
terhadap variable bebas. Berdasarkan tujuan penelitian peneliti menggunakan
rangcangan penelitian eksperimen semu (quasy-experiment).
Penelitian ini menggungkapkan sebab
akibat dengan melibatkan kelompok control disamping kelompok eksperimental,
tapi pemilihan kedua kelompok ini tidak menggunakan teknik acak. Rancangan ini
biasanya menggunakan kelompok subjek yang telah terbentuk secara wajar (teknik
rumpuk), sehingga sejak awal bisa saja kedua kelompok subjek telah memiliki
karakteristik yang berbeda (Nursalam, 2008)
Table 4.1 : Rancangan penelitian eksperimen semu (quasy-experiment)
Subyek
|
Pra
|
Perlakuan
|
Pasca test
|
K-A
K-B
|
O
O
Time 1
|
I
-
Time 2
|
O1-A
O1-B
Time 3
|
Keterangan :
K-A :
subyek (neonatus ikterus ) perlakukan
K-B :
subjek (pemberian ASI ) kontrol
O : observasi perilaku sebelum
pemberian ASI
I : intervensi pemberian ASI
O1(A+B) :
observasi kadar bilirubin setelah diberikan ASI (kelompok perlakuan dan kontrol)
B.
Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat
penelitian di ruang Cempaka Barat (Perinatalogi) RSUP Sanglah Denpasar, waktu
yang akan dilakukan penelitian bulan Februari- Maret 2013.
C.
Poulasi,
Sampel, dan Teknik Sampling
1. Populasi
Populasi penelitian atau universal
adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoadmodjo, 2005).
Adapuan populasi yang digunakan dalam penelitian adalah seluruh bayi yang
mengalami ikterus di Ruang Cempaka barat RSUP Sanglah Denpasar.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari
keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
(Notoadmodjo, 2005). Berdasarkan
penelitian setelah menentukan jumlah sampel. Kemudian persyaratan subjek yang
bisa diikut sertakan dalam penelitian ini didasarkan pada kriteria inklusi dan
kriteria ekslusi.
a.
Kriteria inklusi adalah karakteristik
umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan
diteliti (Nursalam, 2009).
1) Ibu
yang memiliki neonatus ikterus umur 2 sampai 5 hari
2)
Ibu yang
memberikan ASI
3)
Ibu yang memberikan PASI
4)
Ibu yang bersedia menjadi responden.
b.
Kriteria
eksklusi adalah menghilangan/mengeluarkan subjek yang memenuhi criteria inklusi
dari studi kerena berbagai sebab, antara lain (Nursalam, 2009) :
1)
Ibu yang tidak memiliki bayi ikterus
2)
Neonatus yang tidak ikterus
3. Teknik
Sampling
Teknik sampling adalah cara atau teknik
dalam pengambilan sampel penelitian untuk mewakili populasi. Teknik sampling
ada dua yaitu sampel probabilitas (probability
samples/random sample/sampel acak) dan sampel non probabilitas (non probability samples) (Notoadmodjo, 2005).
Dalam penelitian ini pengambil sampel secara non probability samples yaitu Purposive sampling (judgement
sampling) adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel
diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan / masalah
dalam penelitian), sehingga sampel
tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya.(Nursalam, 2008).
D.
Jenis
dan Teknik Pengumpulan Data
1.
Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang dikumpulkan
oleh peneliti sendiri (Riyanto, 2010). Dalam penelitian ini data primer didapat
dari hasil wawancara dan observasi pada sampel.
2.
Cara Pengumpulan Data
Neonatus ikterus pada hari Kedua hingga
hari kelima di RSUP Sanglah Denpasar adalah sampel yang akan diberikan ASI
untuk mengetahui kadar bilirubin. Jumlah sampel akan diambil menggunakan teknik
sampling non random dimana bayi dipilih oleh peneliti sesuai dengan yang
diinginkan peneliti. Neonatus yang diberikan ASI akan diobservasi kadar
bilirubinnya.
3.
Instrument Pengumpulan Data
Instrument penelitian yang digunakan
peneliti adalah wawancara ibu yang memiliki bayi ikterus dan observasi penurunan
kadar bilirubin pada neonatus ikterus dengan pemberian ASI.
E. Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan data
Pengolahan
data merupakan suatu cara untuk memprediksi data dan menyiapkan data sedemikian
rupa agar dapat dianalisa lebih lanjut dan mendapatkan data yang siap untuk
disajikan (Notoatmojo, 2002). Langkah-langkah dalam pengolahan data, yaitu :
a.
Editing
dimaksudkan untuk melihat apakah data yang diperoleh sudah terisi lengkap atau
kurang lengkap
b.Coding,
yaitu mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut macamnya.
c.
Scoring,
dilakukan terhadap hasil observasi kadar bilirubin saat pre test dan post test
dengan skor 3 untuk kadar bilirubin turun,skor 2 untuk kadar bilirubin tetap
dan skor 1 untuk kadar bilirubin naik. Diberikan ASI skor 1, tidak diberikan
ASI (PASI) skor 0.
d.
Entry
yaitu upaya untuk memasukkan data kedalam media agar peneliti mudah mencari
bila diperlukan lagi. Data tersebut dimasukkan kedalam disket/CD yang telah
dioleh dengan menggunakan computer.
e. Tabulating yaitu membuat tabulasi untuk pengorganisasian data yang sudah
terkumpul agar mudah dijumlah, disusun dan ditata untuk disajikan serta
dianalisis.
2.
Analisa Data
Melihat
dari jumlah sampel pada penelitian ini dan dari data yang tersedia pada
kelompok perlakuan merupakan sampel kelompok berpasangan ,maka untuk memperoleh
hasil yang signifikan dalam penelitian ini menggunakan test / teknik analisa
data dengan menggunakan ‘wilcoxon Sign
Rank Test” (Alimul, 2007).
Pada
tahap awal data yang terkumpul sebagai data pre
test dan post test selanjutnya
dilakukan analisa bivariate. Dimana
adanya peningkatan nilai rata-rata (mean) pada hasil data pre test dan post test
pada tahap awal dianalisa.
Pada tahap
selanjutnya peneliti menganalisa dengan menggunakan Wilcoxon Sign Rank Test dengan menggunakan program komputer. Pada
pengujian dengan menggunakan uji Wilcoxon
Sign Rank Test, dimana analisis dilakukan pada data pre test dan post test.
Hasil yang di tuju peneliti adalah membandingkan nilai signifikansi
Probabilitas (P) dari hasil uji Wilcoxon
Sign Rank Test. Di tentukan nilai signifikansi p<_ 0.05. Bila hasil
perhitungan menunjukkan nilai signifikansi p<_ 0.05 berarti Ho di tolak dan
hipotesis diterima sehingga ada pengaruh pemberian ASI terhadap penurunan kadar
bilirubin pada neonatus ikterus di RSUP Sanglah Denpasar 2012.
F.
Masalah
Etika
1.
Informed
Consent
Informed Consent
merupakan bentuk persetujuan antara penelitian dengan respon penelitian dengan
memberikan lembaran persetujuan untuk menjadi responden dan diberikan sebelum
penelitian dilakukan.
2. Anonimity (tanpa
nama)
Anonymity
merupakan masalahyang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian
dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat
ukur dan hanya menulis kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
akan disajikan.
3. Cofidentiality
(kerahasiaan)
Cofidentiality
merupakan masalah etika dengan memberikan jaminankerahasiaan hasil penelitian,
baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu
yang akan dilaporkan pada hasil riset (Alimul, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Alimul,
Aziz, 2007, Metode Penelitian Keperawatan
dan Teknik Analisa Data, Jakarta: Salemba Medika.
Arikunto,
S., 2002, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta
Arini, 2012, Mengapa
Seorang Ibu Harus Menyusui ?, Yogyakarta: Flash Books
Behrman, dkk., 2000, Ilmu Kesehatan Anak Nelson,Jakarta: EGC
Bobak, 2005, Buku
Ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta: EGC
Coad, Jane, 2007, Anatomy And Physiology for midwives, Jakarta:EGC
Hamilton,
Persis M., 2002, Dasar-dasar Keperawatan
Maternitas, Jakarta: EGC
Ilyas, Jumarni, 2002, .Asuhan Keperawatan Perinatal, Jakarta: EGC
Manuaba,
I. B. G., 1998, .Ilmu Penyakit Kandungan
dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Kebidanan, Jakarta: EGC
Mitayani, 2009, Asuhan
Keperawatan Maternitas, Jakarta: Salemba Medika
Notoatmodjo, S., 2002, Metodelogi Penelitian Kesehatan,
Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam & Siti, P., 2001, Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, Jakarta : Sagung
Seto
Nursalam, 2008, Konsep dan Penerangan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, edisi 2,
Jakarta: Salemba Medika
Riyanto, Agus, 2010, Pengolahan
dan Analisis Data Kesehatan, Yogjakarta: Nuha Medika
Safrudin, 2007, Kebidanan Komunitas, Jakarta :EGC
Sastroasmoro, Sudigdo, 2011, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi Ke-4, Jakarta:
Sagung Seto
Soetjiningsih, 2006, Seri Gizi Klinis ASI, Jakarta:
EGC
Suradi,
Runila, 2009, .Air Susu Ibu dan Ikterus,
(online), available: http://www.idai.or.id/asi/artikel.asp?q=20109693639, (tgl 10
mei 2012)
Surasmi, Asrining, 2003, Perawatan Bayi Risiko Tinggi, Jakarta: EGC
Wasis, 2008, Pedoman
Riset Praktis untuk Profesi Perawat, Jakarta: EGC
Widyaningsih,
Tri, 2012, Ikterus Pada Bayi Baru Lahir,
(online), available: http://bidanwidya.blogspot.com/2012/01/ikterus-kuning-pada-bayi-baru-lahir.html, (18 Januari
2012)
Wiknjo,
H, 2006, .Ilmu Kebidanan, Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
aya patni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar